Selasa, 29 April 2008

Sisi Lain Seorang Dosen

بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamualaikum...

Melalui judul tersebut, saya tidak akan menceritakan sosok seorang dosen dari sisi yang “aneh” atau negatifnya. Saya juga tidak akan menceritakan sosok seorang dosen dari sisi kepribadian yang dianggap sebuah privasi. Tapi, saya hanya ingin berbagi apa yang bisa saya dapatkan pada hari ini. Saya hanya ingin memberi tahu anda semua bahwa hari ini saya bisa menyimpulkan, di mata saya, dosen memiliki sisi lain yang amat menarik dan unik. Menarik bukan karena mereka mampu menghadirkan pemikiran atau wawasan kritis tentang intrik dan rumitnya ilmu pengetahuan. Unik bukan karena perawakan mereka yang bisa juga membuat kita terbahak-bahak atau mengerutkan dahi. Ini lebih kepada bagaimana mereka bisa menghadirkan suasana persahabatan bagi mahasiswanya dengan cara yang berbeda. Hal tersebut bisa saya simpulkan dari beberapa cerita berikut.

===================================================================

Jadi begini, dalam mata kuliah Akuntansi Pengantar II, saya diajar oleh seorang dosen bernama Dr. Supriyadi, M.Sc. Dalam kelas beliau tidak diperbolehkan ada suara HP yang berbunyi. Jika memang ketahuan ada seseorang yang HP-nya berbunyi, maka ia dianggap absen atau tidak menghadiri kelas. Namun pada pertemuan minggu lalu, ketika Pak Supriyadi sedang mengajar tiba-tiba Hp-nya berbunyi cukup keras. Spontan yang teringat oleh kita semua adalah peraturan mengenai HP tadi. Namun kali ini bukan HP mahasiswa, tapi milik Pak Supriyadi. Lalu masalahnya, apa ada hukuman untuk beliau? Spontan beberapa teman saya berteriak sedikit menggoda, “Hayooo, Pak, traktir,pak!! Hayooo,Pak!! Traktir,Pak!!”. Pak Supriyadi tersenyum dan tersipu malu. Lalu ia berkata dengan sedikit canda, “Oke,, minggu besok saya traktir, jadi jangan sampai ada yang gak masuk ya, nanti rugi! Besok saya traktir permen!!”. Mendengar perkataan beliau, saya dan mungkin siapa saja akan tahu bahwa perkataan tersebut hanya guyonan belaka. Namun hari ini saya benar-benar terkejut. Mba Fifi (asdos Pak Supriyadi) datang dengan membawa enam kotak besar Dunkin Donuts dan beberapa jenis minuman ringan. Kata Mba Fifi, makanan dan minuman ini semua dari Pak Supriyadi. Ini sebagai “hukuman” bagi Pak Supriyadi karena telah melanggar peraturan dalam kelas. Akhirnya, kelas hari ini pun diisi dengan makan-makan ^,,^.

Image Hosted by ImageShack.us

===================================================================

Sekitar dua minggu yang lalu, saya sit-in (masuk kelas yang bukan mata kuliah kita) dalam kelas Perekonomian Indonesia. Kelas ini diisi oleh Menteri Perekonomian Indonesia yang baru saja ditunjuk sebagai Gubernur Bank Indonesia, Prof. Dr. Boediono, Ph.D. Semester ini sebenarnya saya tidak mengambil mata kuliah Perekonomian Indonesia, namun masuk (atau menyusup?) dan mengikuti kelas Pak Boediono saya anggap sebagai nilai lebih tersendiri. Hari itu hari Sabtu. Beliau datang hanya dengan menggunakan kemeja pendek berkerah yang sangat sederhana dan mengendarai mobil sendiri. Saat masuk kelas yang memang lebih ramai dari biasanya, beliau berkata dengan senyuman khasnya, “Kok tumben ini kelasnya agak rame? Banyak yang migrasi, ya?” Kami yang berada dalam ruangan hanya tersenyum malu. Beliau pun membalasnya dengan senyuman yang sangat ‘ke-bapak-an”. Selama mengajar, saya melihat Pak Bud adalah sosok yang sangat low profile dan down to earth. Ketika di luar kelas, saya menanyakan beberapa hal tentang keadaan perekonomian periode 1968-1970, beliau menjawab dengan begitu ramah dan sungguh “ke-bapak-an”. Puncaknya, pada saat perkuliahan berakhir beliau mau berpoto bersama beberapa mahasiswanya, termasuk saya.

Image Hosted by ImageShack.us

===================================================================

Paska Ujian Tengah pada semester pertama lalu, dosen Akuntasi Pengantar I saya, Prof. Dr. Ainun Na’im, Ph.D, sempat tidak masuk kelas beberapa pertemuan. Menurut Mba Andisa (asdos Pak Ainun), beliau sedang menjadi konsultan beberapa proyek di Belanda dan Jepang. Setelah pulang ke Indonesia dan kembali mengajar, sebenarnya saya dan teman-teman sedikit kesal karena kami benar-benar tertinggal dalam materi kuliah. Tapi mau gimana lagi, secara beliau orang sibuk. Namun, ada hal yang cukup menghibur kami saat pertemuan pertama setelah beliau pulang ke Indonesia. Di tengah-tengah kelas, beliau memberikan oleh-oleh satu kotak coklat Godiva dari Belgia untuk kami sekelas. Beliau juga memberikan hadiah kepada beberapa orang yang mendapat nilai ujian tertinggi. Alhamdulillah waktu itu saya dapat topi. Bahkan, beliau juga berjanji akan menraktir makan kami sekelas jika nilai ujian akhir kami bagus-bagus (tapi belum jadi, memang jelek-jelek ya, Pak?)

===================================================================

Tadi siang, Wana Darma, teman saya di kampus, menceritakan pada saya bahwa di kelas Akuntansi Pengantar II Prof. Dr. Slamet Sugiri, Ph.D. ( Ketua Jurusan Akuntansi UGM), belum lama juga diadakan makan-makan bersama. Yang ini lebih keren mungkin, makan-makannya langsung di rumah makan padang, sepuasnya lagi (hmm..) Kata Wana, waktu itu Pak Sugiri menraktir kelasnya dikarenakan bertepatan dengan hari ulang tahun anaknya.

===================================================================

Beberapa bulan lalu juga saya menghadiri undangan open house mahasiswa Akuntansi di rumah Prof. Dr. Abdul Halim, Ph.D. Dalam acara tersebut Pak profesor terlihat begitu akrab berbincang-bincang dengan kita. Kami merasa begitu dekat. Selain membicarakan Akuntansi tentunya, beliau juga memperkenalkan istri dan anak-anaknya. Dan terakhir, makan-makan selalu menjadi acara pelengkap antara mahasiswa dengan dosen, hehehe.

===================================================================

Jujur saja, pada awalnya dalam pandangan saya (atau mungkin juga dalam pandangan anda), seorang dosen adalah sosok yang amat angkuh dan membosankan. Dengan berbagai titel kebesarannya seperti professor atau doktor, sejuta pengalaman dalam dunia pendidikan, ,perusahaan dan pemerintahan, serta usia yang memang rata-rata di atas layaknya orang tua biasa, sepertinya akan memperlebar “jarak” antara mereka dengan mahasiswa. Belum lagi sistem pembelajaran di dunia kampus yang sangat sulit menghadirkan keakraban antara dosen dan mahasiswa. Tidak seperti layaknya waktu SMA.

Namun, pandangan saya sepertinya berubah seiring dengan berjalannya waktu dalam proses pembelajaran saya sebagai mahasiswa. Meskipun tidak bisa juga dibilang berubah secara sepenuhnya, namun, beberapa hal dan kejadian di atas cukup untuk mengubah paradigma saya bahwa seorang dosen tidak se-angkuh dan se-membosankan seperti yang saya perkirakan. Mungkin sebuah quote yang bisa dibilang sangat klasik berlaku dalam hal ini:

“Don’t judge a book by its cover”

Ya, dan itulah ternyata sisi lain mereka. Sungguh, unik, dan menarik untuk saya rasakan..

Jumat, 18 April 2008

Just a Beginning...

بسم الله الرحمن الرحيم

Assalamualaikum...

write

Alhamdulillahirabbil'alamin...
Fuuiiiihh!!! Akhirnya setelah sekian lama saya berada dalam sebuah kebimbangan yang amat besar, pelik, dan mencekik (halaah!!), satu hal yang bernama "blog" (atau yg menurut seorang pakar komunikasi disebut 'Jurnalisme Publik'), pada hari ini, Kamis, 18 April 2008, pukul 22.30 WIB, tepat di kamar kos saya, Kuningan G8 Karang Malang Yogyakarta, dengan menggunakan laptop kesayangan, Acer Aspire 4710, telah resmi diluncurkan atas nama saya sendiri!!!
Horeeee!!! Plookk..plookkk...plookkk... hehe.

Mungkin statement pertama saya terdengar begitu ekstrim dan hiperbola, tapi memang begitu adanya. Saya sempat dipusingkan mengenai "Mengapa saya harus membuat blog? Kapan mau membuat blog? Bagaimana caranya? Provider yang bagus? dll". Hingga akhirnya puncak dari ke-pusingan itu pun terpecahkan malam ini.

Sebenarnya sudah cukup lama saya menyimpan keinginan untuk membuat blog. Hal ini mengingat kesadaran akan banyaknya manfaat dari menulis, keinginan untuk menumpahkan pikiran dan perasaan sangat besar, dan banyak teman saya yang memang sebelumnya sudah memiliki blog. Jadi, saya sadar betul bahwa memiliki blog adalah sesuatu hal yang amat wajib. Tapi ya itu, cuma diniatkan, susah untuk dijalankan. Hhhhhhh.. biasalah masalah klasik manusia, apalagi anak muda, hwehe..

Berdirinya blog ini pun tidak lepas dari peran banyak pihak (di samping saya sendiri tentunya) ^,^ ). Mereka yang memiliki andil sangat signifikan adalah sahabat saya Ecky Agasi dan Dosen Bahasa Indonesia saya Ibu Cahyaningrum Dewojati. Untuk Ecky, dia adalah orang yang paling 'memaksa' dan memotivasi saya untuk membuat blog, sampai-sampai kalau setiap saya telepon, dia selalu menyelipkan pertanyaan "Eh Boz, gimane, dah bikin blog blum lu!!".. Hwehehe.. Thanks,bro!! I did it!! Kemudian Ibu Cahyaningrum yang setiap pertemuan (bahkan terakhir tadi sore) selalu berusaha menyadarkan dan mengingatkan saya akan pentingnya menulis, menulis, dan menulis. Mungkin benar juga kata beliau, "Sekarang ini apa saja bisa menjadi uang, termasuk apa yg kamu tulis!"(Waaah, saya mungkin ga ke arah sana,bu! ^.^)

Oh, ya!! Apa arti kalimat "Long road to be me" dalam blog saya? Kalimat tersebut saya interpretasikan bahwa untuk menjadi seorang "saya" yang saya inginkan dengan begitu banyak mimpi, cita-cita, dan harapan yang ada, membutuhkan perjalanan yang amat panjang dan tidak mudah. Sebuah perjalanan yang syarat akan perjuangan, yang tentunya akan dihiasi dengan begitu banyak kenangan. Dan yang terpenting adalah, sebuah perjalanan yang menuju ke arah kedewasaaan. Serius Mode : On
Semoga, blog ini bisa menjadi tangga yang menemani langkah-langkah perjalanan panjang saya..

Dengan sepenuh rasa syukur,
untuk memulainya, sekali lagi saya ucapkan,

بسم الله الرحمن الرحيم
Selamat menikmati!!